Selasa, 13 Oktober 2015

Mata Ini Pedih Tapi Aku Malu, Tenggorakan Ini Sakit Tapi Aku Tahan, Namun Masih Ada Yang Menginginkan Aku Untuk Terus Bercerita Kisah Ini.



Aku terbangun lagi. Memikirkan kamu lagi. Aku nyalakan komputer, masih mencoba menulis tentang kamu. Aku buka media player, aku double-click lagu John Mayer. Sebab sejak mendengarkan lagu-lagunya, aku jadi sering tertukar antara mimpi dan kenyataan Aku sering merenung, khususnya di malam hari. Tak mengerti mengapa hubungan antara satu manusia dengan manusia lain bisa begitu rumit, atau dibuat rumit oleh manusia itu sendiri? Entah.  Kata orang, ada garis tipis, sangat tipis, antara tulus dan bodoh. Entahlah, aku mungkin berada di tengahnya. Di garis sangat tipis, hanya saja aku tak tau mana yang di bawah, tulus atau bodoh.

Sebenarnya didalam hatiku, Dia itu gak ada jeleknya, ada rasa nyaman deket dengannya, nyambung juga ngobrol dengannya. Tapi cinta bukan hanya masalah nyaman dan nyambung, rasa nyaman bukan menjadi indikator ketertarikan justru rasa nyaman seperti pedang bermata dua, saat orang lain menganggap kita cocok, saat orang lain mengira bahwa kita sebentar lagi akan jadian, dan kita semakin percaya diri bahwa kita cocok dengannya, justru seperti saat inilah terbukti, saat rasa nyaman itu malah menjadi pernyataan cinta, dan karena akibat rasa nyaman itu malah harus mendengar penolakan paling manis dan juga paling menyakitkan.

Tuhan memang punya cara untuk membuat hidup seseorang semakin menarik, contohnya seperti yang aku alamin saat itu, aku kenal dengan dia adalah suatu keberuntungan buatku. Tapi Tuhan juga punya cara lagi untuk membuat hidup seseorang tidak menarik melulu, didalam jalan yang kita tempuh, jalan itu tidaklah mulus dan lurus, dijalan itu meskipun mulus pasti ada kerikil yang membuat kita tersandung.

Waktu itu Minggu 2 Agustus 2015 Entah kenapa aku begitu akrab dengan tanggal ini, di tanggal ini selalu memberikan kebahagiaan bahkan ditahun-tahun sebelumnya. Pagi itu dering dari ponselku bergetar menandakan ada pesan singkat yang masuk, aku abaikan sejenak karena masih teramat mengantuk, setelah itu ku baca pesannya dan ternyata pesan darinya.

Pagi itu dia menanyakan keberadaanku dimana? Aku sedikit merasa heran entah karna baru terbangun dari tempat tidur atau menahan pusing yang belum hilang karna kantuk, aku tau jadwal dimana dia biasanya harus pulang tapi pagi itu dia ada disini di kotaku. Sebelumnya kita memang berjanji akan meminjamkan barang karena memang dia mempunyainya, setelah membalas pesan singkat darinya lalu bergegas aku membersihkan diri ke kamar mandi dan kita berduapun bertemu di salah satu tempat yang memang dia sudah menunggu seorang diri disana.

Dan setelah selesai semuanya akupun dengan cepat berjalan menuju arahnya yang sedang sendirian menunggu kedatanganku. Dan kamipun larut dalam obrolan di pagi itu tapi tak lama obrolan itu berlangsung dia langsung memberikankan barang yang memang sudah kita ceritakan beberapa hari sebelumnya. Belum selesai sampai disitu yang membuatku agak sedikit bingung dia mengeluarkan amplop dari tas yang dipangkuannya dan memberikan amplop itu entah isinya apa aku membolak balikkan amplop di hadapannya, Kemudian kubalik amplop yang ternyata tidak terlalu berat, dan menemukan serentetan nama serta yang aku kenal. Nama yang tidak asing dan tak mungkin akan aku lupakan.

“To : Wahyu Santoso”

“From : **N* ******** *~”

             “@***N******”

Dia hanya memberi tahu itu sebuah prakarya dan dia mohon bacanya nanti setelah sampai rumah. Dalam hati bertanya apa yang membuatnya tiba-tiba memberikan amplop ini Dasar perempuan satu itu, teman sendiri dibuat merasa bersalah dengan cara yang manis. 

Waktu semakin siang dan kamipun berpisah setelah itu bergegas aku berjalan pulang kerumah merebahkan tubuh lalu aku ingat akan sebuah amplop yang baru saja aku dapat dari dia, aku mencari  tas di atas meja lalu membuka lem yang menyelimuti amplop itu hingga kemudian merobek amplop cokelat itu sedikit berhati-hati dan membukanya. 

Aku terpekur keheranan, isinya hanya ada sebuah kertas lalu aku mengeluarkan sebuah kertas yang hanya ditempelkan dan tidak dibungkus plastik seperti surat-surat penting lainnya. Kemudian aku mengeluarkan kertas dan membolak balikkan mengamatinya

“This Is For You.. Happy Birthday”
Tertulis rapi di atas kertas yang warnanya paling putih dengan desain warna-warni.
aku membuka secarik kertas kemudian membacanya perlahan. Aku tersenyum membaca isi surat yang dituliskan dia, Aku makin terhanyut surat dengan serentetan pesan yang dituliskan untukku. Semakin aku baca, semakin mengrenyitkan dahi hingga terpekur lama sebelum meloncat dari satu kalimat ke kalimat yang lain. Perasaan campur aduk ketika membaaca isi didalamnya sedih, senang, suka, cinta, haru, semua campur aduk menjadi satu sampai aku sendiri tak sadar bahkan sudah menitikan air mata.

Aku meletakkan surat dan mengulang kalimat penutup yang serasa menampari kewarasan.
“Terimakasih buat semua hal yang sudah kita jalani bersama…..”

“Terimakasih atas support dan perhatian selama ini ya…”

“Panjang umur sehat selalu dan sukses buat Wahyu..”

“Semoga kita tetap bisa sedekat ini dan selalu bisa jadi SAHABAT terbaik buat gua yaa..

“LOVE YOU :*”
            Setelah selesai membaca surat yang dia buat untukku waktu itu rasanya aku jadi lelaki paling beruntung dan bahagia dihari itu, ingin sekali rasanya memberi tahu pada seluruh teman kalau aku sedang bahagia karena dia tetapi karena persetujuan darinya yang tidak mau mempublish akhirnya aku urungkan niatku dan rasanya berucap terimakasih kepadanyapun tidak cukup, waktu itu dia memohon satu permintaan.

“Maaf yah kalau jelek, aku gak bisa gambar wajah orang” di dalam hati aku berkata
“Kenapa harus meminta maaf? aku gak pernah nilai kamu dari kesalahan”
”Disimpan yah nanti kalau kangen aku pengen liat lagi itu gambarnya?” aku pun hanya bilang
“Pasti!! Tanpa kamu bilang begitupun pasti akan aku simpan dan aku jaga baik-baik semua hal yang aku jalanin sama kamu" Lalu didalam hati hanya bisa bicara kepada sendiri
“Terserah kamu mau inget atau gak yang terpenting buat aku mempunyai kenangan yang manis dengan orang yang special buat aku itu yang gak akan pernah aku lupain”

Pertama-tama, awalnya  aku pikir mungkin aku tidak pernah begitu hidup di hadapannya. Aku hanya sekadar untaian sajak panjang atau suara di telepon ketika pada suatu malam. Tapi ternyata aku SALAH... Namun ada yang lebih dulu di kirim padaku dari tempat asalnya, Kenangan. Kenangan untukku dari perempuan yang gemar menyusuri nadi semesta. Entah bagaimana aku harus berterima kasih. Bersajak? Aku tak lagi puitis melankolis, bukan tidak mau. Tapi sepertinya pujangga dalam tubuhku pulang kampung atau sudah bosan bersemayam dalam tubuhku. Sebab itu, hanya barisan doa serta sebuah surat terbuka, Untuk perempuan yang di seberang sana.

Aku tidak perlu ciuman, aku tidak perlu cinta darimu. Aku cuma perlu duduk berdua, mengatakan bahwa aku mengagumimu lalu memelukmu erat sebelum kau hilang, persis ketika malam selesai. Melalui secarik kertas digital ini aku ingin membalas surat yang pernah kau tulis untuku mungkin tak banyak tapi mewakili semuanya.

“…Yang kamu tidak pernah tahu adalah, malam-malamku sempurna karena ada kamu.
Meski kau dan aku kini menapaki malam yang berbeda,
aku tak bisa menghentikan diriku untuk tak menulis untukmu.
Kau adalah jiwa yang mengisi setiap untai kata dan puisi.
Sebab itu aku tidak merasa perlu memilikimu, karena bagiku kau akan selalu kumiliki dalam kata.



Aku memberikan ini untukmu, karena hidup terlalu cair untuk ku tampung sendirian dan aku akan mengalir tanpa tahu ke mana akan bermuara.
Maka sebelum habis surat ini ditelan masa atau jadi bungkus cabai ibuku di rumah, kuberikan ini padamu…”
Mencinta adalah mengambil risiko tak dicintai kembali. Mencintai tanpa harus memiliki? Aku rasa hanya ada dalam dongeng. Setiap cinta, sedikit atau banyak, akan meminta kembali, meskipun hanya berupa senyuman bahwa dia cukup bahagia disajikan cinta walaupun tak punya cinta untuk membalas. Mencintai diam-diam adalah sebuah keharusan menyiapkan diri mendapat balasan cinta diam-diam pula, atau penolakan diam-diam juga. Semua orang hanya ingin mencintai dan dicintai. Namun mana yang harus didahulukan? Mencintai atau dicintai. 

Pernah ada yang bilang katanya jatuh cinta itu sama kaya mandi lebih enak dilakukan berdua, 365 hari untuk ratusan hari yang lain, isinya tak selalu soal tawa tapi tak apa aku suka kita. Jangan takut sendiri tak usah cemas prihal sepi. Karena sunyi hanyalah ramai yang belum di mulai.

Dia layak setiap hal yang aku lakukan dalam hidupku, melihat dia ada, hidup dalam hidup aku sebagai orang-orang paling dekat adalah hal paling indah dan patut untuk diperjuangkan. Dia layak setiap napas yang saya ambil untuk langkah dalam segala hal. Dari dia aku belajar mencintai tanpa lelah, tanpa tapi, tanpa sudah. Dan bersama dia adalah keputusan paling tepat yang pernah aku pilih senyebelin apa pun dia. Sedangkan aku rasa terima kasihnya tidak akan pernah tertebus sampai kapan pun kepada semesta. 

"Jalan apa pun yang akan kita tempuh nantinya, irisan hidup yang akan kita jalani pada waktunya akan berbeda. Ingat kalau kita pernah mati-matian kelarin sekolah bukan untuk diam di rumah. Jangan pernah nyerah yah” 

Terima kasih sudah mengingatkanku,
Salam hangat,
Pengagummu, 401 tahun kemudian.